Rabu, 16 Juli 2014

Piala Dunia, Der Panzer dan Mimpi Garuda


Sejak kecil saya menyukai sepak bola. 1994 adalah piala dunia pertama yang saya tonton, dan waktu itu saya kelas 3 SD.  masih teringat benar di kampung kami oelnitep, 10 Km arah timur kota Kefa, satu-satunya keluarga yang punya televisi adalah kepala sekolah SD kami waktu itu. Itupun TV box hitam putih dengan sambungan arus dari aki, karena belum ada listrik PLN, dan tiang bambu panjang disamping rumah sebagai antene plus barang barang alumunium sebagai penangkap sinyal. Tentu di era kemajuan digital seperti hari ini, semua hal lebih mudah. Di kampung saya yang jauh di timur sana juga sudah banyak berubah. sekarang hampir setiap rumah ada perangkat tv. Orang bisa menonton piala dunia dari kamar masing masing.

Piala Dunia 2014 sudah kelar. Perhelatan yang  menarik perhatian seluruh dunia, berakhir dengan kemenangan Der Panzer Jerman.  Si kecil Goetze, telah mengubur harapan super Messi di  laga akhir. Argentina tertunduk, Jerman berpesta. Bukan hanya itu banyak rekor lain tercipta oleh Der Panzer. Sebelumnya di laga semifinal Brazil dipecundangi, dicukur, dipermalukan,  dikutuk, diajari 'cara bermain bola' dengan skor telak 7-1. Saya yang sejak awal penyelenggaraan piala dunia menjagokan Brazil seperti tidak percaya dengan keperkasaan Jerman.

Sejak 1954 Jerman diberi julukan tim Panzer atau Der Panzer. Para penggemar sepakbola saat itu menganalogikan timnas Jerman sebagai sebuah tank/panzer yang bermesin diesel yang semakin lama semakin panas. Di Brazil 2014 Jerman begitu luar biasa, bukan karena tim itu yang semakin lama semakin panas tapi karena Jerman memang selalu di depan untuk mengaitkan banyak hal secara sains. Termasuk sepakbola mereka. Klinsman dan Loew memberi kesempatan para jago IT di Jerman mendesign sebuah aplikasi taktikal sepakbola yang bisa dimainkan dari gadget-gadget para pemain Jerman. Dari aplikasi itu bisa diketahui karakter dan tipikal tiap pemain, sehingga pelatih akan mudah menyusun skema permainan. Saya kira itu sangat berhasil. Jerman mengangkat trofi karena mereka bermain sebagai tim. Mereka mengawinkan ilmu pengetahuan dan sepakbola sebagai tontonan dan seni.

Di Berlin, ratusan ribu orang berjubel di jalan menyambut kedatangan pahlawan pahlawan dari Rio de Jeneiro, Brazil.

Di Indonesia mulai Jakarta hingga pelosok kampung di ujung timur sana, semua masih bermimpi suatu saat Garuda juga ada disana.

Der Panzer, Es ist dein spiel..!


                                                                 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar