Rabu, 16 Juli 2014

Tanggal 22 nanti

Akhir-akhir ini banyak orang yang kecewa, sebagian mungkin marah juga acuh dengan pemerintahan negara. Tentang bagaimana ia mengatur ini dan itu, memfasilitasi ini dan itu dst. Karena itu tak sedikit yang mengkritik, ngasih usul, bahkan ada yang memaki maki pemerintah. Terlalu  banyak opini, artikel, seminar diskusi dan debat diselenggarakan dengan harapan-harapan yang terlontar; semoga keyakinan kita bernegara tetap memiliki tujuan.

Indonesia kita ketahui adalah negara yang berdaulat atau  istilah kampungnya Sovereign state. Rakyat yang berdaulat dalam demokrasi negara ini, dan negara lah yang menyiapkan aksesi  menuju kesejahteraan rakyatnya. huisssss...itu idealnya.

Semua itu terproses dalam penyelenggaraan Pemilu. Masyarakat diajak berpertisipasi, terlibat dalam semua tahapan. Diskusi negara ini tidak hanya ada di ruang ruang ber-ac saja. Diskusi negara ini tuntas milik semua golongan. dari tukang ojek, pengemis, pedagang pasar, karyawan, pns, sampai TKI di luar negeri semuanya bicara tentang pesta demokrasi negara ini. Bincang bincang tentang negara pun tidak hanya ada di dunia nyata, di dunia justru lebih ramai meriah. Ini baik. Masyarakat diajak ke dalam diskursus. Masyarakat digerakkan untuk tumbuh kesadarannya terlibat terhadap sesuatu yang berhubungan dengan nasib mereka. Apakah itu harus??? Jawabannya : HARUS!! kan yang megang daulat ya Rakyat.

9 Juli lalu, kita telah memutuskan untuk memilih pemimpin negara ini. Ada 2 calon presiden dan calon wakil presiden, yang berusaha memenangkan hati masyarakat negeri ini. bermain isu, perkuat wacana, mantapkan visi misi, rancang strategi bertempur babak belur di kantung - kantung basis partai, muluk dengan janji, mengelabui dengan pencitraan dalam 5 kali debat. Ramai, riuh dan berisik. Ini kontestasi yang luar biasa. Luar biasa karena ini negara besar, negara yang mestinya kuat di mata negara negara lain. Negara yang strategis yang membuat kuku kuku asing tetap bernafsu mencengkeram. Kalau kita salah milih, atau kalau rakyat yang punya daulat itu belum sadar pemimpin seperti apa yang mereka butuh, maka ini negara hanya bermimpi tentang kedaulatan yang kosong. Rakyat akan terus jadi jargon dalam retorika-retorika rakus elit tertentu.

Sebagai warga negara, saya sudah datang ke TPS, coblos dan celupin tinta di tangan. Saya bayar tuntas tanggung jawab saya sebagai warga negara untuk perubahan di 9 Juli lalu. Hingga saat ini belum ada kepastian siapa yang memenangkan pertarungan ini. Masih ada klaim - klaim versi quick qount. Ada calon dan pendukungnya yang sudah merayakan kemenagan. Saya kira,  tunggullah real cont versi KPU. Media juga harus proporsional pemberitaannya jangan sampai terprovokasi.

Sambil terus mengawal sehingga 22 juli nanti. Rakyat pasti menang. Bukan si A atau Si B. Bukan Militer atau Sipil. Semua rakyat Indonesia.


            Yakin saja.. sekali lagi yakin.. karena keyakinan lah yang membuat kita tidak kembali kepada kegelisahan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar