Sabtu, 16 November 2013

Keberanian Jokowi & Budaya Hukum


Beberapa waktu yang lalu, di kantor, teman saya bercerita tentang pengalaman dia menerobos jalur busway  yang berujung di tahan polisi dan harus membayar denda sebesar Rp. 500.000. Sambil mencak- mencak dia mengingatkan saya, ” jangan sekali-kali menerobos lagi jalur busway kalau tidak ingin dompet anda dikuras isinya”.

Pagi tadi di sebuah ulasan TV yang saya tonton, Jokowi cukup berani lagi untuk menerapkan denda yang mahal untuk pribadi maupun koorporasi terhadap budaya membuang sampah.  “Hal ini perlu ketegasan karena sampah member dampak yang cukup meresahkan yaitu banjir” ujar Jokowi.

Keberanian-keberanian di atas menurut saya sangat berhubungan dengan budaya hukum. Memang kehidupan modern saat ini hampir tidak ada yang steril dari hukum. Semua lini kehidupan bisa dijamah oleh hukum. Itu artinya hukum sebagai pedoman sangat penting agar perilaku masyarakat tidak menyimpang. 

Lawrence Meir Friedman dengan teori sistem hukumnya bisa membantu menjelaskan ini. Menurut Friedman berhasil tidaknya penegakan hukum tergantung pada ; Substansi Hukum, Struktur Hukum dan Budaya Hukum. Substansi hukum itu terkait dengan produk yang dihasilkan dalam sistem hukum. Struktur hukum berhubungan dengan aparatus atau pelaku-pelaku penegakan hukum. Sedangkan budaya hukum adalah sikap manusia/masyarakat terhadap hukum itu, dia berisi nilai serta harapan hukum itu sendiri.
Jadi sebenarnya kesadaran hukum terkait erat dengan budaya hukum masyarakatnya. Jika budaya hukumnya cenderung positif terhadap cita hukum berarti masyarakat memiliki kesadaran hukum yang tinggi.  Pada dasarnya kesadaran hukum merupakan control agar hukum benar-benar dijalankan secara baik.


Menanamkan, memasyarakatkan dan melembagakan nilai-nilai yang mendasari sebuah peraturan sangat penting. Dan Jokowi melaksanakan itu di Jakarta. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar