Pada tanggal 27 Mei
2005, Corby diputuskan bersalah atas tuduhan yang diajukan terhadapnya dan
divonis hukuman penjara selama 20 tahun dengan denda sebesar Rp100 juta.
Pada tanggal 20
Juli 2005, Pengadilan Negeri Denpasar kembali membuka persidangan dalam tingkat
banding dengan menghadirkan beberapa saksi baru. Kemudian, pada tanggal 12
Oktober 2005, setelah melalui banding, hukuman Corby dikurangi lima tahun
menjadi 15 tahun.
Namun, pada tanggal
12 Januari 2006, melalui putusan kasasi, Mahkamah Agung menghukum Corby dengan
hukuman 20 tahun penjara dengan alasan bahwa narkotika yang dia selundupkan ke
Pulau Dewata termasuk kelas I atau tergolong berbahaya.
Lalu berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 22/G/2012 tanggal
15 Mei 2012 SBY memberikan grasi kepada si Bule Corby. Keputusan itu telah
menimbulkan kontroversi dan berita hangat di Indonesia dan Australia saat itu. (lihat The Sydney Morning Herald, 25 Mei 2012)
Setelah
itu Corby mendapat beberapa kali amnesti, dan akhirnya bebas bersyarat pada 10
februari 2014.
--------------------------
3 Point yang saya lihat adalah ;
Satu, pertimbangan Grasi Presiden bukan pertimbangan politis tapi ansich kemanusiaan (seperti yang disampaikan jubir presiden kala itu). itu artinya, Presiden berusaha untuk berbuat baik, dengan membalas kejahatan corby dengan grasi. Kebaikan memang nilainya bisa jadi lebih tinggi dari keadilan. Tapi itu hanya boleh terjadi dalam hubungan antar individu. Keliru kalau diterapkan dalam konteks masyarakat hukum.
Dua, Tampaknya pemerintah Australia begitu gigih memperjuangkan warga negara nya yang memiliki masalah hukum di luar negeri. Sangat beda dengan negara ini jika kita coba compair dengan begitu banyaknya kasus TKI/TKW di luar negeri.
Tiga, dari kasus ini secara keseluruhan kelihatan lemahnya supremasi hukum di negara ini. Ada pantas negeri ini begitu subur dengan korupsi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar